Membentuk Entrepreneur Muda yang Saleh

Written By Panji Revolusi on Friday, July 13, 2012 | 10:13 PM


Sebagaimana postinganku yang lalu, Rasulullah mengawali menjadi pedagang sejak umur 12 tahun. Pada umur segitu, tentu dibutuhkan sebuah keberanian untuk menjadi bisnisman. Jika kita simpulkan, sesungguhnya keberanian adalah salah satu modal wirausaha. Ketika seseorang menyatakan bahwa dia adalah seorang wirausaha, maka harus berani mimpi, berani mencoba, berani merantau, berani gagal dan berani sukses. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya sudah melatih anak-anaknya untuk belajar berjiwa usaha. Dalam buku “Bagaimana Rasululah Saw Membangun Kerajaan Bisnis” (2007:14) dijelaskan, “Muhammad saw. Sejak kecil telah ditempa dalam lingkungan yang memiliki semangat kewirausahaan, semangat kemandirian, kreatif, dan kemampuan mengambil resiko yang tumbuh baik dalam pribadinya.”

Dalam buku tersebut juga diceritakan bahwa Nabi Muhammad sudah mulai belajar berdagang sejak usia dini, bahkan pada usia 17 tahun telah melakukan perjalanan bisnis  ke negeri Syam bersama pamannya.

Banyak orang yang mengira bahwa kepandaian adalah segala-galanya. Dengan kepandaian, mereka mengira apapun akan bisa ditaklukkan dengan mudah. Sejarah bahkan telah membuktikan, banyak orang pandai yang hidup sebagai pecundang. Belakangan ini muncul teori psikologi kontemporer yang menyatakan: untuk mencapai kesuksesan hidup, seseorang tidak bisa hanya mengandalkan IQ (Intelligent Quotient) belaka, masih ada perangkat lain yang diperlukannya, yang disebut EQ (Emotional Quotient ), yaitu kecerdasan emosional, namun setelah diadakan penelitian ternyata modal IQ dan EQ saja tidak cukup, masih ada kecerdasan lain yang diperlukan, yaitu SQ (Spiritual Quotient), yaitu kecerdasan spiritual, dan yang terbaru lagi adalah PQ (Physical Quotient), yaitu kecerdasan fisik.

Mempersiapkan anak untuk menjadi pengusaha pada saat ini,  harus ekstra hati-hati karena iklim di masyarakat sudah benar-benar mengkhawatirkan. Berbisnis atau berusaha mendapatkan keuntungan ekonomi dan lainnya adalah bagian dari bekerja. Setiap orang yang berbisnis atau bekerja akan terlibat persaingan dengan orang lain. (Kabul, 2007:58) Banyak pengusaha yang hanya mementingkan keuntungan, sehingga berbuat banyak kecurangan-kecurangan, diantaranya; berbohong (lewat promosi yang menyesatkan konsumen) tentang kualitas produk yang dijual, mengurangi timbangan, saling “membunuh” usaha lawan dengan cara yang tidak fair, dsb. Para orangtua seharusnya membekali anaknya dengan  hadist riwayat Baihaqi;  bahwa “Sebaik-baik usaha adalah usaha orang-orang yang berniaga (pengusaha atau entrepreneur), yang jika berbicara tidak dusta, jika diberi amanah tidak khianat, jika berjanji tidak meleset, jika membeli tidak mencela (barang yang dibelinya), jika menjual tidak memuji-muji (barang yang akan dijualnya), jika berhutang tidak menunda-nunda pembayarannya, dan jika berpiutang tidak mempersulit (orang yang berhutang)” (Kamaluddin, 2007:19).

Nabi Muhammad Saw, melalui hadist di atas mengajarkan kepada kita semua tentang profesi usaha yang paling baik, yaitu menjadi pengusaha atau entrepreneur yang bermoral. Pada hadist lain beliau mengatakan: “Para pengusaha akan dibangkitkan sebagai pendurhaka, kecuali pengusaha yang bertakwa kepada Allah, yang berlaku baik dan jujur” (HR. At-Tirmidzi). Dari dua hadist tersebut beliau mengingatkan bahwa pengusaha yang benar adalah pengusaha yang saleh , yaitu bermoral dan yang berakhlak  baik.