Cabut gigi bisa mengakibatkan stroke bila sebelumnya pasien menderita sejumlah penyakit, seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi. Dokter perlu tahu riwayat penyakit sebelum melakukan tindakan.
Lelaki sepuh mantan pejabat daerah itu tampak rampuh. Mulutnya menganga, sulit bicara. Bila dia hendak bicara, perawat pribadinya harus menggoyang-goyangkan bahunya. Pada saat bicara, artikulasinya pun tak jelas. Kini lelaki 61 tahun bernama samaran Rahmat itu menjalani perawatan di ruang VIP di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat.
Ia menderita stroke setelah giginya dicabut di rumah sakit swasta di Jakarta Selatan. Bermula dari salah satu gigi bungsunya berlubang. Ketika ia dibawa ke rumah sakit, dokter gigi menyarankan agar giginya dicabut. Ayah tiga anak itu mengikuti sarannya. "Setelah giginya dicabut, dia tidak kesakitan,'' kata istri Rahmat, sebut saja dia bernama Nurlaila.
Dua hari setelah cabut gigi, Rahmat merasa tak enak badan. Ia mengeluh kepada istrinya bahwa jalannya mulai terhuyung-huyung. Beberapa anggota tubuhnya mulai kaku. Penglihatannya juga mulai terganggu. Khawatir ada yang tak beres, Nurlaila lalu membawa suaminya ke dokter di rumah sakit yang sama.
Alangkah kagetnya Nurlaila ketika dokter menyatakan bahwa suaminya terserang stroke cukup parah. Pembuluh darah di otaknya tersumbat. Hampir semua anggota badannya tak bisa digerakkan. Kemampuan penglihatannya menurun. Dan, yang jelas, ia kesulitan berbicara. Nyaris lumpuh total.
Penyakit itu menambah deretan penyakit yang menghampiri Rahmat. Sebab ia juga menderita diabetes. Pihak keluarga menaruh curiga bahwa pencabutan gigilah yang menyebabkan Rahmat terkena stroke. Namun pihak keluarga tak mau memperpanjang masalah.
''Sudahlah, kami sudah keluar uang banyak sekali, nanti malah jadi masalah yang nggak selesai-selesai. Toh, kondisi Bapak sudah lebih baik,'' ujar istri Rahmat, yang juga menyatakan bahwa suaminya sempat dirawat di Singapura.
Meski telah penjalani perawata di negeri jiran itu selama beberapa hari, kesehatan Ratmah tak kunjung membaik. Sebagian besar tubuhnya kaku, termasuk kaki dan tangan. Kemudian Rahmat dibawa pulang untuk dirawat di rumah sakit terkemuka di Jakarta Pusat, sejak Juli tahun lalu.
Ia menjalani terapi intensif untuk melenturkan otot-ototnya yang kaku. Kini kondisinya kian membaik. Kakinya sudah bisa digerakkan dan bisa dilatih mengayuh sepeda statis.
Kasus yang menimpa mantan pejabat itu juga banyak dialami pasien lain. Namun belum banyak yang menyadari bahwa sakit gigi dan seputar gigi bisa menyebabkan stroke. Sebagian besar orang awam malah mengetahui bahwa stroke lebih disebabkan penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Biasanya dikaitkan dengan tingginya kadar kolesterol, kurang olahraga, merokok, atau stres.
Peran gigi sebagai penyebab stroke juga belum banyak dipahami. Padahal sudah banyak korban berjatuhan. Tetapi sebagian besar yang tersiar adalah penyakit jantung. Beberapa tahun lalu, seorang pasien harus menjalani terapi karena penyakit jantung koroner. Setelah dirunut, ia pernah pula mengalami radang gusi. Kuman pada gusinya menyebar ke pembuluh darah, yang berefek kerusakan pembuluh.
Dokter Gigi Indria, salah satu dokter yang mengurusi atlet bulu tangkis di Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia, mengatakan bahwa cabut gigi bisa menyebabkan stroke. Tentu bila sebelumnya pasien menderita sejumlah penyakit, seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi.
''Masalah cabut gigi tidak akan fatal kalau ada komunikasi yang baik antara pasien dan dokter giginya,'' ujar Dokter Indria. Alangkah baiknya dokter menanyakan riwayat penyakit pasien sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi. Penyakit dan obat-obatan apa saja yang sedang dikonsumsi si pasien harus diketahui dokter gigi yang bersangkutan. ''Ini nanti menentukan tindakan apa yang akhirnya akan dilakukan dokter gigi kepada pasien,'' kata Indria.
Maklum, gigi tersambung dengan banyak saraf yang sangat halus. Diagnosisnya harus hati-hati. Perawatan apa saja yang akan dilakukan harus berdasarkan pada diagnosis itu. Begitu pula tindakan dan obat-obatan yang akan diberikan.
Perlakuan terhadap gigi yang bakal dicabut juga berbeda-beda. Semua gigi yang akan dicabut harus dibius lokal. Obat anestesi pun tak boleh digunakan sembarangan. Sebab bisa menimbulkan komplikasi dengan obat lain yang telah diminum pasien. Obat bius epinefrin, umpamanya, punya efek samping menaikkan tekanan darah dan detak jantung. "Tapi ini memang tergantung usia pasien,'' katanya.
Orang berusia lanjut disarankan tidak melakukan pencabutan gigi, apalagi gigi bungsu. Lebih baik dilakukan pemeliharaan gigi, seperti penambalan gigi yang berlubang. Sebab rembesan darah dari operasi cabut gigi dapat berlangsung 24 jam. Indria menduga, Rahmat tengah menenggak obat diabetes untuk menaikkan kadar gula darahnya yang sempat anjlok. Obat diabetes itu bereaksi dengan obat anestesi.
Profesor Jusuf Misbach, ahli penyakit saraf pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan bahwa kasus yang menimpa Rahmat itu merupakan efek peradangan pada gigi, jauh hari sebelum dicabut. Peradangan gigi inilah yang memicu stroke.
Ketika gigi mengalami peradangan, kuman-kuman dari gigi menyebar melalui pembuluh darah, termasuk ke otak. Nah, pembuluh darah di otak telah rusak karena kolesterol dan lemak. Ketika terjadi peradangan, kerusakan pembuluh darah itu dipercepat sehingga terjadi stroke.
Penyakit gigi yang mengakibatkan stroke juga diketahui secara umum. Pada 1988, di Finlandia, 20% kasus peradangan gigi berakibat stroke. Penelitian serupa pada tahun 2000 membuktikan, kuman penyakit di gigi dan gusi, seperti bakteri, bisa menjalar ke pembuluh darah sekitar leher. ''Kuman itu bisa menyebabkan pembuluh darah tersumbat,'' ujar Profesor Jusuf Misbach.
Di dalam mulut terdapat tak kurang dari 350 bakteri baik dan jahat. Bakteri baik akan berubah jahat jika ada gusi meradang atau gigi berlubang. Masih ingat pelawak Leysus? Ia juga meninggal karena stroke. Penyakit ini menyerang Leysus lantaran ada kuman di gigi yang menyebar ke otak dan menyumbat pembuluh darah otak.
Selain pada pembuluh darah, gangguan pada organ mulut juga bisa memicu kanker. Hasil studi yang dimuat jurnal Lancet Oncology menyebutkan, penyakit mulut bisa meningkatkan risiko terkena kanker sebesar 14%. Beberapa jenis kanker yang bisa dipicu penyakit mulut antara lain kanker pankreas, kanker ginjal, kanker otak, dan kanker usus besar.
Jadi, jangan anggap enteng. Disarankan untuk menggosok gigi dua kali sehari secara baik dan benar. Usai menggosok gigi, juga disarankan menggunakan obat kumur.
Bernadetta Febriana dan Aries Kelana
Home »
cabut gigi
,
diabetes
,
Dokter
,
hipertensi
,
Obat anestesi
,
Obat bius epinefrin
,
otak tersumbat
,
penyakit jantung
,
rumah sakit
,
sakit gigi
,
Stroke
» Sakit Gigi Kemudian Stroke