Peneliti Inggris menemukan bahwa aspirin bisa dipakai untuk menangani tumor ganas. Dulu dikenal sebagai obat stroke, penyakit jantung, dan sakit kepala.
Makin berumur semakin jadi. Julukan itu pantas ditabalkan kepada aspirin. Dulu obat ini populer untuk penyakit jantung. Pasien penyakit jantung dan stroke akibat penggumpalan darah dapat tertolong setelah mengonsumsi aspirin. Aspirin juga berkhasiat untuk mengatasi sakit kepala dan demam.
Di usia yang makin renta itu, keampuhannya justru makin banyak. Yang terakhir, peneliti mulai mengakui bahwa aspirin ampuh pula untuk menangani kanker. Paling tidak, itulah yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan Profesor Peter Rothwell dari Unit Riset Pencegahan Stroke, Departemen Neurologi Klinis Universitas Oxford, Inggris. Laporan studinya dimuat dalam jurnal Lancet versi online, Selasa pekan lalu.
Rothwell dan koleganya melibatkan 25.570 pasien kanker. Sebagian adalah pasien kanker kolorektal atau kanker usus besar dan rektum. Sisanya, penderita kanker kerongkongan, ginjal, kandung kemih, pankreas, otak, dan kanker paru-paru. Peneliti membagi mereka menjadi dua kelompok. Satu kelompok diberi aspirin berdosis 75 mg per hari dan sebagian lagi diberi plasebo (obat bohongan). Pemberian obat itu berlangsung empat hingga delapan tahun. Namun pemantauannya dilakukan hingga 20 tahun.
Hasilnya, aspirin mengurangi tingkat risiko kematian sebesar 21%. Setelah aspirin diberikan terus sampai lima tahun, tingkat kematian pun turun hingga 34%. Itu bila ditotal dari semua jenis kanker. Sedangkan dari jenis kanker, penurunan terjadi pada pasien kanker gastrointestinal. Di situ terjadi penurunan risiko sebesar 35%. Kemudian pada pasien kanker prostat, risikonya berkurang 10%. Pengurangan itu dilihat dari usia harapan hidup. Misalnya, seorang pasien kanker prostat divonis hanya memiliki harapan hidup 20 tahun. Setelah diberi aspirin, harapan hidupnya bertambah 10%, menjadi 22 tahun.
Sedangkan pada pasien kanker paru, risiko kematiannya berkurang 30%, kanker kolorektal 40%, dan kanker kerongkongan 60%. Lalu pada pasien kanker otak dan lambung tidak bisa dikalkulasi karena yang meninggal hanya sedikit. Untuk menarik kesimpulan, periset mengeluarkan faktor-faktor lain yang bisa membuat bias, seperti usia, kebiasaan merokok, dan jenis kelamin.
Menurut Rothwell, efek aspirin makin meningkat bila usia pasien juga lebih tua. Ia percaya, bila pengobatan diberikan pada pasien berusia 40-an dan 50-an tahun dan selama 20-30 tahun, aspirin memberikan banyak manfaat. "Studi ini memberikan bukti pertama pada manusia bahwa aspirin dapat mengurangi kematian pada beberapa jenis kanker," ujarnya.
Namun, ia mengingatkan, tidak semua orang dewasa dianjurkan mengonsumsi aspirin. Hanya pasien yang menunjukkan beberapa kemajuan setelah diterapi aspirin yang boleh mengonsumsinya. Artinya, andai kata tidak menampakkan efek positif, pemberian aspirin harus segera dihentikan. Sebab efek samping obat itu tidak enteng. Zat aktif asam asetil salisilat dalam aspirin bisa menimbulkan perdarahan. Selain itu, Rothwell juga meminta ada riset serupa yang melibatkan pasien lebih banyak.
Studi itu dilakukan karena Rothwell dan koleganya berpandangan bahwa jumlah kasus kanker terus meningkat saban tahun. Di Eropa, setiap tahun ditemukan 3,2 juta kasus baru kanker, dengan 1,7 juta orang yang meninggal. Di Amerika Serikat, dijumpai 1,5 juta kasus untuk periode yang sama. Sedangkan di negara berkembang, kasusnya meningkat dengan angka yang lebih besar.
Selain itu, percobaan pada mencit sebelumnya memperlihatkan hasil positif. Aspirin mengurangi tumor saluran cerna. Obat ini bekerja menghambat enzim cyclooxygenase-2 (COX) yang berperan atas timbulnya peradangan, yang pada gilirannya memicu kanker. Ia juga mengurangi produksi prostaglandin dan beberapa pemicu peradangan lain. Kanker yang disulut prostaglandin, antara lain, kanker ovarium dan kanker kolorektal.
Apa yang dihasilkan riset Rothwell itu tergolong baru. Sebab, beberapa waktu lalu, Women's Health Study juga pernah melakukan uji klinis selama 10 tahun. Namun, hasilnya, aspirin tidak terbukti mengurangi insiden kanker dan tak dapat mencegah kanker kolorektal.
Menanggapi riset Rothwell itu, ahli penyakit kanker pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Profesor Arry Haryanto Reksodiputro, mengatakan bahwa dokter juga menggunakan aspirin untuk penanganan kanker. Sebab aspirin dapat mengencerkan darah di pembuluh darah atau antikoagulan. Obat ini juga dinilai bermanfaat untuk mengatasi kanker usus besar. "Kanker itu terjadi karena faktor trombosis (penggumpalan darah)," ujarnya.
Hal itu terjadi pula pada kanker paru. Banyak pasien meninggal gara-gara infeksi kanker paru-paru karena adanya gumpalan darah yang menumpuk di organ pernapasan. Pasien menjadi sesak napas. Menurut Arry, banyak sel kanker yang menyebar karena bekuan darah.
Sedangkan soal efek samping aspirin, Arry menganggapnya bukan masalah. Itu bisa diatasi dengan pemberian trombosit seperlunya melalui transfusi darah. Ini lebih baik ketimbang pembekuan darah dibiarkan terus terjadi dan mengancam nyawa pasien. Banyak pasien pasca-operasi kanker meninggal karena tidak diberi obat antikoagulan. Namun aspirin hanya salah satu obat pendamping terapi kanker lain, seperti pengobatan sitostatika, radioterapi, dan operasi.
Sementara itu, Dokter Topan Widya Utami, ginekolog pada FKUI, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Rothwell itu terbilang riset restrospektif. "Studi ini tidak bisa direkomendasi," katanya. Selain itu, juga hanya terbatas pada jenis kanker tertentu, seperti kanker usus besar. Jadi, tidak bisa diterapkan secara luas.
Maka, Topan tidak menggunakan aspirin sebagai salah satu obat yang direkomendasikan untuk pasien kanker, seperti kanker kandungan. "Karena sifatnya yang tidak spesifik," ujarnya. Sebelum menerapi, pihaknya selalu meneliti lebih jauh jenis kanker dan faktor-faktor penyebabnya. Ditambah lagi, efek sampingnya tidak ringan.
Meski dosisnya rendah, bila digunakan dalam jangka panjang, akan berbahaya. Khususnya pada penderita mag, dapat menyebabkan tukak lambung. Jika dibiarkan, akan mengakibatkan kanker lambung. Ini berbeda jika aspirin digunakan unuk penderita penyakit jantung. Lebih banyak memberikan manfaat ketimbang mudarat, walaupun diberikan dalam tempo lama.
Aries Kelana dan Rach Alida Bahaweres
Home »
aspirin
,
enzim cyclooxygenase-2
,
infeksi kanker paru-paru
,
Jantung Koroner
,
jenis kanker
,
paru-paru
,
Stroke
,
Tumor
» Pengencer Darah Pembasmi Kanker