Menurut banyak ahli seks, untuk masalah kehidupan seksual, pria cenderung tidak memiliki kepercayaan diri. Hingga saat ini, pandangan pria tentang ukuran "yunior" serta durasi hubungan adalah ukuran yang sangat dipegang teguh dalam urusan seks. Dari berbagai informasi menyatakan bahwa sebagian besar pria menilai mereka terlalu cepat "selesai." Tahukah Anda, dalam bahasa medis terlalu cepat "selesai" lebih sering disebut ejakulasi dini (EDI).
Jika Anda mau sedikit meluangkan waktu untuk membicarakan dan berdiskusi tentang seksualitas, ada sedikit informasi yang perlu diperhatikan. Dalam sebuah penelitian atau studi yang pernah dimuat dalam The Archieves of Sexual Behavior, ejakulasi dini adalah disfungsi seksual yang paling sering dikeluhkan pria. Menurut perkiraan, sekitar 20-30 persen pria pernah mengalaminya. Untuk mengatasi hal itu, berbagai cara pun dilakukan pria demi sebuah stigma “keperkasaan”. Apalagi bagi sebagian pria yang suka meneguk minuman alcohol dan perokok. Mereka cenderung akan mengurangi aktivitas yang dinilai mengurangi kajantanan itu. Bahkan di antara pria ada yang mencoba pengobatan melalui hypnosis, ada pula yang melakukan senam kegel.
Secara umum, hingga saat ini, dunia kedokteran memang belum menemukan secara pasti penyebab ejakulasi dini. Meskipun demikian, telah banyak yang berkesimpulan bahwa ejakulasi dini kebanyakan berasal atau diakibatkan oleh masalah psikologis. Stres menghadapi pekerjaan adalah keluhan yang paling banyak dibicarakan. Dari kebanyakan kasus ejakulasi dini ini, ternyata oleh sebagian pakar menilai sebenarnya pria-pria yang mengaku "edi" memiliki stamina seksual normal. Kok bisa begitu, ya? Coba tanyakan pada diri Anda.
Adalah Marcel Waldinger, salah satu peneliti dalam bidang ejakulasi dini, menyatakan bahwa masalah ejakulasi yang terlalu cepat kemungkinan hanyalah persoalan cara pandang saja. Menurutnya, hingga saat ini, pria masih selalu mengganggap makin lama berhubungan seksual, makin bagus, sehingga mereka sangat berharap bisa ereksi lebih lama lagi. Dalam argumentasi lanjutan, ia menambahkan bahwa mayoritas pria yang mengeluhkan mengalami ejakulasi dini biasanya tidak puas dengan cara bercinta mereka dengan pasangannya.
Ada sebuah kemungkin yang berkesimpulan bahwa mereka memiliki hambatan psikologis atau masalah dalam hubungan, maksunya dengan pasangat (istri). Oleh karena itu, jika Anda ingin mengatasi ejakulasi dini, sebaiknya tidak obat-obatan, tapi berkonsultasi dengan para ahli.
Dalam catatan di atas, pada 2009 lalu Waldinger pernah melakukan penelitian terhadap sekitar 500 pasangan di beberapa Negara. Para responden penelitiannya itu diminta memasang pengatur waktu ketika bercinta. Setelah selama satu bulan, ia pun menanyakan tingkat kepuasan seksual para responden berkaitan dengan waktu ejakulasi mereka. Hasilnya, lebih dari 40 persen mengaku puas. Namun, ketika mereka ditanya apakah mau mengonsumsi obat untuk membuat ereksi mereka lebih lama lagi, 23 persen menjawab mau. Menariknya, pria yang ingin mengonsumsi obat itu memiliki waktu ereksi rata-rata 4,9 menit, dan 475 responden dalam penelitian ini memiliki waktu ereksi 6 menit di dalam vagina.
Dari penelitain tersebut, kita bisa bertanya sebenarnya berapa lama waktu ereksi yang paling ideal? Kita bisa saja menjawan dengan beberapa referensi, seperti panduan yang pernah diterbitkan dalam International Society for Sexual Medicine yang menyebutkan bahwa pria yang waktu ereksinya kurang dari satu menit dan hal ini mengganggu hubungan mereka dengan pasangannya disebut sebagai penderita "edi" atau mengalami ejakulasi dini.
Akan tetapi, Anda jangan cepat-cepat mempercayai definisi tersebut. Sebab, ada sebagian pakar yang mengkritik definisi tersebut. Dalam pandangan mereka, seharusnya tidak ada aturan baku mengenai waktu ereksi, yang terpenting bukan durasinya, tapi tingkat kepuasan pria dan wanita, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Derek Polonsky, seorang ahli psikiatri. Namun, masalahnya adalah penerimaan waktu bercinta yang cukup bagi pria berbeda-beda dalam tiap budaya. Pria Amerika menilai seharusnya seorang pria mampu mempertahankan yuniornya selama 14 menit, tetapi pria Inggris menilai 10 menit sudah sangat ideal. Sedangkan pria Jerman menilai 7 menit sudah cukup.
Itu pendapat kaum pria. Kita juga perlu mengetahui pandangan wanita mengenai masalah ini? Menurut survei terhadap pasangan suami istri pada 2003 telah terungkap bahwa sebenarnya para wanita tak penah peduli dengan durasi ereksi pasangannya. Dari 24 persen pria yang mengeluhkan "edi" ternyata hanya 10 persen istri mereka yang setuju, sisanya tidak peduli. Apa seseungguhnya yang membuat istri tidak peduli dengan masalah ini? Apakah budaya patriarchal yang menuntun mereka untuk tidak menuntut? Tanyakan pada pasangan Anda. Kita mesti berkomunikasi secara baik.
Meskipun demikian, kita bisa membuat kesimpulan sementara bahwa sebenarnya bukan durasi ereksi yang penting untuk membuat seorang wanita orgasme. Menurut Gale Golden, penulis buku In the Grip of Desire, “Sebagian besar wanita tidak bisa orgasme hanya dengan penetrasi saja. Karena itu, pria harus paham bahwa foreplay sangatlah penting. Stimulasi di bagian klitoris justru penting karena mayoritas mendapatkan orgasme karena faktor ini.
Nah lo! Jadi, apakah Anda masih merasa terlalu cepat selesai?