BPOM menarik obat-obatan yang mengandung sibutramin. Buntut keputusan FDA. Pemakai berisiko terkena serangan jantung dan stroke. Banyak dokter yang telah meresepkannya.
Putri Ariani Dewanti tampak menikmati bentuk tubuhnya. Wanita 30 tahun ini merasa tak terganggu oleh berat badannya yang mencapai 89 kilogram. Makanan dan minuman tidak ada yang dipantang. Makanan berkolesterol dan berkarbohidrat tinggi tetap disantap oleh Ai, panggilan Putri.
Warga Bintaro, Tangerang, itu mulai mengalami penambahan berat badan luar biasa sejak SMA. Ketika itu, ia telah berhenti berlatih olahraga bela diri karate. Sewaktu SMP, pada saat ia aktif menggeluti karate, berat badannya hanya sekitar 39 kilogram. Pertambahan berat badan ini pun tidak terlepas dari riwayat keluarganya. Dua adiknya juga memiliki berat berlebih.
Untuk menjaga kesehatan tubuh, pengelola salah satu perusahaan kehumasan di Jakarta itu rutin berenang. "Seminggu dua kali saya berenang," katanya.
Bagaimana dengan obat-obatan pelangsing? Ai mengaku belum menyentuhnya. Begitu pula ramuan-ramuan yang diiklankan di sejumlah media tak dia lirik. Alasannya, "Saya masih merasa sehat," ujarnya kepada Gatra, Jumat malam pekan lalu. Selain itu, obat diet --seperti juga obat-obat pada umumnya-- tak bebas dari efek samping.
Kekhawatiran Ai ada benarnya. Sebab belakangan ini keamanan beberapa obat diet sedang disorot. Salah satunya adalah sibutramin. Bahan aktif pelangsing ini dituding menyebabkan si pemakai terkena serangan jantung dan stroke. Terutama bagi pasien obesitas yang punya sejarah gangguan kardiovaskular. Akibatnya, obat itu ditarik dari peredaran.
Meridia dan Reductil adalah termasuk merek obat buatan Abbott Laboratories. Abbott, yang bermarkas di Amerika Serikat, memproduksi obat bermerek Meridia. Sedangkan Reductil buatan Abbott GmbH & Co KG, Jerman. Terhitung sejak 14 Oktober lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan melakukan tindakan pengamanan. "Kami melakukan pembatalan izin edar dan penarikan produk-produk obat yang mengandung sibutramin," kata Sukantinah, Kepala BPOM, kepada Rach Alida Bahaweres dari Gatra.
Menurut Sukantinah, ada enam merek yang telah mendapat izin edar dan mengandung sibutramin. Yaitu Reductil, Maxislim, Redufast, Slimact, Redusco, dan Decaslim (lihat tabel). Pihaknya sudah memerintahkan seluruh unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana distribusi dan pelayanan obat atas kemungkinan masih adanya obat di pasaran.
BPOM pun meminta produsen obat menghentikan produksi dan melakukan penarikan obat dari peredaran. "Kami juga meminta untuk memusnahkan obat dan bahan baku yang tersedia. Ini terkait dengan faktor keamanan," ujarnya. Selain itu, apotek, rumah sakit, dan klinik diminta segera mengembalikan obat itu kepada distributornya.
Perintah penarikan itu muncul menyusul keluarnya keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). FDA meminta penarikan itu setelah mendapat hasil studi Sibutramine on Cardiovascular Outcomes Trial (SCOUT). Surat permintaan itu dilayangkan pada 8 Oktober lampau. Dalam laporan itu disebutkan bahwa sibutramin meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Di Eropa, muncul laporan bahwa ditemukan peningkatan risiko pada pengguna sibutramin sebesar 16%. Beberapa pasien mengaku tekanan darahnya naik, mengalami sakit kepala, dan merasa mual setelah mengonsumsi obat itu. Sebagian di antaranya meninggal.
Keputusan FDA juga diikuti oleh otoritas serupa di Kanada dan Eropa. FDA menaksir, 100.000 orang sudah mengonsumsinya. Sedangkan Sidney Wolfe, Direktur Public Citizen's Health Research Group, memperkirakan bahwa 60.000 resep telah dibuat sejak Januari lalu. Sedangkan sejak 2002, pada saat obat itu dipasarkan, dokter sudah membuat 3 juta resep.
Pihak Abbott segera merespons permintaan FDA itu. Menurut juru bicara Abbott Laboratories, Scott Davies, pihaknya mematuhi keputusan tersebut. "Kami juga telah berbicara dengan lembaga terkait di sejumlah negara tempat Meridia dipasarkan," katanya. Sementara itu, PT Abbott Indonesia yang mengedarkan Reductil sulit dihubungi Gatra. Surat yang disampaikan melalui faksimili belum dijawab hingga berita ini ditulis.
Sibutramin menambah panjang daftar obat obesitas yang dilarang beredar. Amfetamin sempat dipakai sebagai obat diet sebelum dilarang gara-gara menimbulkan ketagihan. Kemudian, pada 1990-an, fenfluramin dan fentermin juga kena cekal gara-gara berisiko pada gangguan katup jantung.
Lalu, pada 2007-an, FDA menolak permohonan rimonaban, yang menurut majalah Scientific American edisi bulan lalu berkaitan dengan risiko deperesi dan bunuh diri. Fentermin dan diethylpropion juga pernah ditarik di Inggris gara-gara berisiko gangguan paru-paru.
Sedangkan locaserin mendapat ganjalan dari FDA sebelum dipasarkan karena berpotensi menimbulkan kanker. Juga bupropion, dengan risiko menimbulkan kecemasan, dan topiramat dengan risiko gangguan memori.
Kini yang masih mendapat lampu hijau adalah orlistat. Namun obat-obat itu juga sempat menimbulkan kontroversi di kalangan dokter soal keamanannya, seperti efek samping gangguan liver dan pencernaan.
Menanggapi penarikan tersebut, Dokter A. Firmansah Wargahadibrata, Kepala Departemen Ilmu Gizi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, memaklumi jika Meridia ditarik di Amerika. Kontraindikasinya cukup berat. Berdasarkan studi SCOUT, obat yang mengandung sibutramin malah meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung, hipertensi, dan ginjal.
Selain itu, Meridia termasuk obat bebas dan masuk dalam daftar obat yang tidak diasuransikan. "Itu dasar pertimbangan yang memicu penarikan," kata Firmansah, yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia Jawa Barat. Sedangkan di Indonesia, obat itu dijual menggunakan resep sehingga pemakaiannya mudah dikontrol.
Reductil, sejak pertama kali masuk ke Indonesia pada 2000, penuh dengan kontraindikasi. Para dokter tidak memberikan obat ini kepada orang gemuk yang memiliki penyakit jantung dan ginjal. Sebaliknya, pada penderita obesitas yang tak memiliki penyakit tersebut, obat ini aman.
Sibutramin bekerja di otak. Ia menghambat produksi serotonin noradrenalin yang berkaitan dengan rasa lapar. Rasa lapar yang muncul di perut dihambat di otak. Sehingga orang merasa lebih cepat kenyang. Ia juga meningkatkan pembakaran lemak lebih tinggi. Tapi obat ini punya efek samping. Biasanya, setelah mengonsumsi obat ini, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. "Kulit jadi kering," kata Firmansah.
Di Eropa, misalnya, ada pasien obesitas yang mengonsumsi sibutramin selama dua tahun berturut-turut. Sedangkan di Indonesia, sepengetahuan Firmansah, sedikit pasien yang bertahan dua hingga tiga bulan menenggak obat itu, lalu berganti obat atau memilih alternatif lain.
Lain hanya dengan Dokter Rachmad Soegih, ahli gizi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ia merasa terkejut atas keputusan penarikan itu. Sebab WHO masih merekomendasikan obat tersebut. "Obat ini sudah digunakan lama dan tidak mengakibatkan efek samping yang fatal," ujarnya.
Menurut dia, sibutramin yang bekerja di otak lebih baik ketimbang yang bekerja di perut. Obat yang bekerja di perut hanya menghambat lemak. Kalau pasien tetap mengonsumsi banyak makanan, berat badannya tetap sulit diturunkan. Selain itu, punya efek samping kerap buang air.
Reductil pun masih direkomendasikan banyak dokter. Beberapa obat lain yang juga memakai sibutramin dikonsumsi dengan pengawasan ketat dari dokter. Rachmad mengaku masih memberikan obat itu kepada sejumlah pasiennya. Tak ada efek samping yang dilaporkan FDA selama diawasi.
Dua pekan pertama pemakaian, Rachmad mengontrolnya secara ketat. Pemberiannya tidak dilakukan secara terus-menerus. "Biasanya setelah sebulan pemakaian, dosisnya dikurangi," katanya.
Namun Firmansah dan Rachmad sepakat bahwa penggunaan obat pelangsing tidak akan efektif bila tak dibarengi dengan diet ketat dan olahraga rutin. Misalnya mengurangi makanan berkarbohidrat pada malam hari.
Aries Kelana, Bernadetta Febriana, dan Wisnu Wage Pamungkas (Bandung)
Home »
bupropion
,
gangguan liver
,
gangguan memori
,
kanker
,
obat obesitas
,
obat pelangsing
,
obat sexy
,
obesitas
,
serangan jantung
,
Stroke
,
topiramat
,
wanita sexy
» Obat Pelangsing Penyebab Stroke