Home » , , , , , , , » Anak Pun Tak Luput dari Diabetes

Anak Pun Tak Luput dari Diabetes

Written By Panji Revolusi on Monday, January 7, 2013 | 10:32 PM

Banyak orangtua belum memahami diabetes pada anak. Ketika anak telanjur koma, baru dibawa ke rumah sakit. Perlu pemahaman riwayat keluarga.

Pengetahuan Reza Susanto dan Keni Zalfiyanti barangkali seperti kebanyakan orang. Dalam pikiran mereka, penyakit diabetes hanya milik orang dewasa. Maka, begitu putri pertama mereka, Roya Inaroh, divonis dokter terkena diabetes tipe 1, mereka terkejut. ''Saya dan suami sempat tak percaya. Kok, bisa anak-anak kena diabetes,'' ujarnya, Kamis pekan lalu.

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit kencing manis yang disebabkan sel-sel pankreas rusak, sehingga tak lagi dapat memproduksi insulin untuk mengolah gula darah menjadi energi.

Vonis dokter atas putrinya diketahui Keni pada saat Roya menginjak usia tiga tahun tujuh bulan. Padahal, pada waktu lahir, Roya dalam kondisi sehat. Beratnya normal, 3 kilogram. Juga tak ada tanda-tanda dia terkena diabetes.

Namun, memasuki tahun ketiga, kesehatan Roya drop. Tubuhnya mulai lemah, muntah-muntah, dan tidak mau makan. Putri warga Senen, Jakarta, ini juga sering kencing. ''Dalam sehari bisa sampai lima kali,'' katanya.

Khawatir atas kondisi putrinya itu, Keni dan suaminya membawa Roya ke rumah sakit di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Roya dirawat di sana. Tapi, baru sehari ia menginap, kondisinya terus memburuk. Roya tak mau makan. Bobotnya turun satu kilogram.

Agar cairan dan zat gizi dalam tubuhnya tetap tersedia, Roya diberi dua jenis infus: cairan dan makanan. Namun ada yang aneh. Cairan infus untuk menopang makanan ternyata tak bisa masuk. ''Dari situ dokter mulai curiga,'' kata Keni.

Pada hari kedua Roya dirawat, dokter mengecek gula darahnya. Hasilnya, gula darah Roya mencapai 598 mg/dl. Padahal, normalnya 60-120 mg/dl dalam keadaan puasa dan di bawah 140 mg/dl pada saat tidak puasa.

Dokter lalu merujuk Roya untuk dirawat di ruang perawatan intensif Rumah Sakit (RS) Cipto Mangunkusumo. Roya menjalani beragam pemeriksaan. Dari situ ketahuan, ia kena diabetes melitus tipe 1. Keni sempat heran, sebab ia dan suaminya tak pernah kena diabetes. Setelah riwayatnya dilacak, rupanya kakek suami Keni pernah mengalami diabetes. ''Ya, sudahlah. Kenyataannya begini,'' tutur Keni.

Roya kini berusia enam tahun. Hidupnya sangat bergantung pada suntikan insulin. Sebelum Roya disuntik, gula darahnya dicek terlebih dahulu. Cek gula darah dilakukan tiap hari. Ini dilakukan agar diketahui betul apakah pada saat dia disuntik insulin, gula darahnya di atas normal atau malah di bawah normal. Kelebihan gula darah dan kekurangan gula darah sama bahayanya.

Roya bukanlah satu-satunya anak yang menderita diabetes. Di RS Sutomo, Surabaya, misalnya, ditemukan lebih dari 20 kasus diabetes pada anak-anak. Sebagian dari mereka dibawa setelah mengalami koma atau tak sadarkan diri. ''Kebanyakan datang dalam kondisi sudah parah atau bahkan koma,'' kata Netti E.B., dokter spesialis endokrin pada poli anak RS Soetomo. Di RS Cipto Mangunkusumo juga ditemukan angka tak berbeda jauh.

Dokter Aman B. Pulungan, ahli diabetes anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan bahwa banyak pasien yang mengalami ketoasidosis. Ia tak tahu persis angkanya, tapi kira-kira 26 kasus per tahun. ''Ini karena diagnosis yang salah pada awalnya,'' ujar Aman. Maka, penanganannya pun agak sulit.

Bahkan yang mengalami ketoasidosis sering tak terdiagnosis. Ketoasidosis adalah gejala penyakit diabetes yang ditandai dengan muntah, sakit perut, sesak napas, dan lemas. Sedangkan yang mengalami koma sudah berkurang, seiring dengan makin tingginya pemahaman akan penyakit itu.

Di luar negeri lebih parah lagi. Seperti dikutip situs bbc.co.uk, dua pekan lalu, banyak anak-anak yang masuk rumah sakit dalam keadaan koma dan ketoasidosis. Di Inggris, misalnya, tahun lalu mencapai 3.317 kasus. Ini meningkat dibandingkan dengan lima tahun, yang mencapai 2.617 kasus. Bila dibiarkan, kondisi itu akan mengundang kematian.

Di ''negeri Big Ben'' itu, jumlah anak di bawah usia 14 tahun yang menderita diabetes tipe 1 berjumlah lebih dari 20.000. Sedangkan penderita diabetes tipe 2 tak sampai menembus angka 2.000. Dari semua penderita kencing manis, 80% kurang diawasi ketat oleh orangtua atau dokter.

Dahulu diabetes pada anak-anak biasanya disebabkan faktor genetik. Misalnya, orangtua atau kakek-neneknya pernah menderita kencing manis atau membawa sifat diabetes. Tapi belakangan, diabetes tipe 2 pun mulai banyak menjangkiti anak-anak. Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang ditandai tidak mampunya pankreas memproduksi insulin dalam jumlah cukup. Biasanya disebabkan obesitas, yang akhir-akhir ini banyak terjadi pada anak-anak.

Ada beberapa alasan mengapa orangtua terlambat membawa anaknya ke rumah sakit. Anak-anak sering tidak menceritakan keluhannya kepada orangtua atau kakaknya yang telah dewasa. Mereka sering buang air kecil pada malam hari, tapi tak tahu bahwa ini gejala diabetes. Beberapa orangtua kerap lalai dan menganggap sering mengompol sebagai gejala umum yang dialami anak kecil. Mereka menganggap, kebiasaan itu akan lenyap seiring dengan bertambahnya usia.

Secara umum, gejala yang dirasakan pasien diabetes pada anak sama persis dengan orang dewasa. Misalnya, terlalu banyak minum, banyak makan tapi berat badan terus menurun, atau sering buang air kecil. Dokter Aman menyebut gejala diabetes sebagai 3P: polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak kencing). Namun, karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman, banyak orangtua, bahkan dokter, tak menyadari bahwa anak itu menderita diabetes. ''Ini yang bahaya,'' katanya.

Meski masih ada orangtua yang terlambat membawa anaknya ke rumah sakit, Netti mengatakan bahwa penderita diabetes pada anak mulai dapat dideteksi. Ini karena beberapa rumah sakit sudah memiliki poli endokrin anak. Di poli ini, orangtua diajari mengenai gejala diabetes pada anak dan langkah-langkah yang harus diambil.

Sebelumnya, pemeriksaan dan penanganan pasien anak yang menderita diabetes digabung dengan pasien orang dewasa. Hal inilah yang membuat pemantauan jumlah pasien, khususnya pasien anak, tidak dapat dilakukan dengan baik. ''Dulu kami sering kebobolan, sehingga pasien anak yang datang sudah masuk stadium parah,'' kata Netti.

Khusus menyangkut berat badan anak, para orang tua harus jeli memperhatikannya. Jika mendapati pola makan anak tinggi tapi berat badannya justru turun, bisa jadi itu pertanda serangan kencing manis. ''Setidaknya orangtua juga mewaspadai gejala seperti itu,'' tuturnya.

Orangtua juga perlu mengetahui riwayat penyakit keluarga. Meski mereka tidak terkena diabetes, belum tentu anaknya terbebas dari diabetes. Siapa tahu orangtua membawa sifat diabetes yang diturunkan kakek-nenek mereka. ''Jika riwayat penyakit keluarga bisa terdeteksi, penanganannya bisa cepat dilakukan dengan tepat,'' ujar Netti.

Sementara itu, Aman B. Pulungan bilang bahwa aktivitas anak pun perlu diperhatikan. Misalnya olahraga, pengaturan pola makan, edukasi soal diabetes, dan pemberian insulin. Pemberian insulin menjadi penting karena jika terlalu banyak gula darah yang menumpuk di tubuh, badan menjadi lemas. Tubuh akhirnya memakai sumber lain, misalnya asam lemak bebas. Zat inilah yang dapat membentuk racun yang berbahaya bagi tubuh.

Aries Kelana, Rach Alida Bahaweres, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)