Hati Sapi Impor Memicu Kanker

Written By Panji Revolusi on Sunday, January 13, 2013 | 10:39 PM

Dr. Kisman A. Rasyid menemukan daging dan hati sapi impor mengandung residu trenbolon yang bisa menyebabkan kanker dan gangguan reproduksi. Eropa telah melarangnya. Pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat. Sapi lokal jelas pilihan terbaik.

Beberapa hari belakangan, Kisman Achmad Rasyid kebanjiran ucapan selamat dari para koleganya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM). Maklum, tanggal 2 Agustus lalu, ia berhasil meraih gelar doktor. Ia berhasil mempertahankan disertasi yang berjudul "Kajian Residu Trenbolon Pada Daging dan Hati Sapi Impor dan Sapi Bakalan Eks Impor".

Kisman layak mendapat ucapan selamat, sebab ia menemukan satu kesimpulan penting dalam penelitiannya. Ia menemukan, daging sapi dan hati sapi impor yang biasa kita konsumsi ternyata mengandung hormon trenbolon. Hasil penelitian itu menunjukkan pola bahwa hati sapi memiliki kadar residu trenbolon yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi.

Trenbolon adalah hormon pertumbuhan sintetis yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak, terutama sapi. Trenbolon dibuat dari zat kimia yang strukturnya mirip dengan stereoid. Di Amerika Serikat dan Australia, penggunaan trenbolon dalam peternakan diizinkan secara legal tahun 1970-an. Tetapi negara-negara di Eropa hormon ini dilarang.

Dari segi ekonomi, penggunaan hormon trenbolon jelas menguntungkan pengusaha ternak. Sebab, trenbolon bisa menaikkan berat badan hewan ternak secara cepat dan signifikan. Kisman memperkirakan, penggunaan trenbolon bisa menaikkan berat badan hewan ternak antara 1-2 kg tiap harinya.

Selain itu, penggunaan hormon ini pada hewan ternak juga bisa mengirit pakan. Efisiensi pakan ternak jika hewan dikasih trenbolon bisa mencapai 15%-25%. "Sedikit makanan, pertumbuhannya cepat, jadi untungnya bisa banyak," ayah tiga anak ini memaparkan. Dalam penggunaannya, trenbolon dimasukkan inplan atau ditanamkan ke bawah kulit.

Setelah dimasukkan ke bawah kulit, trenbolon akan menyebar ke seluruh tubuh, terutama ke bagian-bagian yang mengandung lemak. "Akumulasinya terutama banyak di bagian hati yang banyak lemaknya," kata pria kelahiran Bone, 20 Agustus 1959, itu.

Di Eropa, trenbolon dilarang karena termasuk hormon yang sulit terurai. Menurut Kisman, trenbolon punya masa henti (withdrawal time) yang tinggi, sekitar dua-tiga bulan. "Artinya, selama dua-tiga bulan, trenbolon yang sudah masuk ke daging tidak bisa hilang residunya," katanya. Kalau daging yang mengandung hormon ini dikonsumsi manusia, hormon itu juga akan tinggal dalam tubuh.

Menilik standar mutunya, Standar Codex tahun 2006 menetapkan batas maksimal residu trenbolon adalah 2,2 ppb (parts per billion) untuk daging dan 10 ppb untuk hati. Kadar residu trenbolon yang ditemukan Kisman memang masih di bawah ambang itu. Tapi tidak berarti 100% aman lantaran jika dilakukan secara terus menerus bisa menyebabkan kanker dan gangguan dalam reproduksi.

Pada perempuan, residu trenbolon dapat menyebabkan kanker payudara dan kanker rahim. Sementara pada laki-laki bisa menurunkan tingkat kesuburan. Pada ibu hamil, terlalu banyak mengkonsumsi daging atau hati mengandung residu trenbolon bisa memiliki risiko melahirkan bayi yang mengalami kelainan jenis kelamin. "Misalnya bayi laki-laki yang payudaranya membesar," katanya.

***

Kisman bukan orang pertama yang memperingatkan "bom waktu" trenbolon ini. Tahun 2000 silam, penelitian serupa pernah dilakukan R. Widiastuti, Murdiati T.B., dan Yuningsih dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor, dengan hasil serupa. "Ini berarti belum ada perubahan. Sejak 2000 sampai 2009 masih ditemukan residu di dalam daging dan hati sapi impor," kata Kisman.

Prof. Dr. Zoebairi Djoerban, ahli kanker dari FK-UI, membenarkan hal itu. Menurutnya, lebih dari 90% daging di Amerika Serikat disuntik dengan campuran hormon-hormon penggemuk. Selain trenbolon, di Amerika juga diizinkan penggunaan estradiol, zeranol, testosteron, progesteron, dan melengesterol asetat.

Zat-zat ini, kata Zoebairi, memang merupakan pemicu kanker. Pada pakan ternak, salah satu "fungsi" hormon tersebut adalah membuat sel cepat membelah diri. "Padahal sifat sel kanker adalah cepat membelah diri," kata Zoebairi kepada Gatra. Ia menambahkan, hormon-hormon zeranol, trenbolon, dan melengesterol ternyata tidak dimetabolisme secara cepat.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan sekitar 12 tahun, ditemukan adanya hubungan kuat antara konsumsi daging merah dan meningkatnya angka penderita kanker payudara. Hormon-hormon ini bisa menyebabkan menstruasi lebih cepat pada perempuan. "Padahal, mens yang lebih cepat tersebut adalah salah satu faktor risiko terkena kanker payudara," katanya.

Karena itu, hormon-hormon ini sebenarnya ilegal dan hanya boleh digunakan dengan resep dokter. Apalagi, kata Zoebairi, trenbolon bisa menyebabkan adiksi atau ketagihan seperti laiknya narkotika.

***

Professor Wasito, staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, mengatakan bisa saja pemerintah lalai akan masalah ini. Memang, sudah ada upaya mencegah hal itu, yakni dengan memelihara sapi lebih dulu selama dua-tiga bulan di Indonesia, baru dipotong. Tujuannya, agar residu hormon itu hilang. "Tapi faktanya daging dan hati sapi yang masuk secara legal tetap mengandung hormon trenbolon," katanya kepada Arif Koes Hernawan dari Gatra.

Wasito juga menyebut hormon ini ditemukan pada pada bakalan sapi impor. Meski telah dipelihara tiga hingga lima bulan di Indonesia tetap saja mengandung trenbolon. "Saya tidak tahu kenapa tetap ada. Bisa saja lalai atau sudah tahu dan diupayakan. Tapi faktanya tetap ada," kata penguji disertasi Kisman ini.

Menurutnya, pemerintah sudah membuat acuan dan aturan. Sapi impor, misalnya, tidak boleh langsung dipotong melainkan mesti dipelihara dulu selama 60 hari. "Tetapi itu saja tak cukup, harus dibarengi dengan adanya pengujian," kata Wasito.

Di Indonesia, sebenarnya penggunaan trenbolon untuk memacu pertumbuhan ternak dilarang. Hal itu diatur berdasarkan Surat Edaran Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nomor 329/X-C tanggal 4 Oktober 1983, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 Tahun 1994, dan hasil rapat Komisi Obat Hewan Indonesia tanggal 12 Agustus 1998.

Karena itu, Kisman menyarankan agar pemerintah memasukkan trenbolon ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai daging. Dengan begitu, maka daging sapi impor yang masuk ke Indonesia bisa diawasi dengan ketat kadar trenbolonnya.

Berdasarkan data penelitian Kisman, pada 2009 jumlah total konsumsi daging sapi di Indonesia sebesar 400.000 ton. Kebutuhan ini dicukupi dengan pemotongan 1,41 juta ekor sapi lokal dan 630.000 ekor sapi bakalan. Jumlah daging yang didapat dari pemotongan sapi lokal dan sapi bakalan adalah 322.950 ton. Kekurangan daging sebesar 77.050 ton dipenuhi dari daging sapi impor.

Wasito menyarankan agar pemerintah berpikir ulang tentang kebijakan impor sapi. Penggunaan sapi lokal untuk konsumsi tampaknya lebih baik ditingkatkan. Menurut Wasito, sapi Indonesia relatif tidak mengandung hormon pemacu pertumbuhan. "Dengan memberdayakan peternak lokal, kita bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan akan daging," katanya.

M. Agung Riyadi, Haris Firdaus, Bernadetta Febriana, dan Koes Hernawan (Yogyakarta)