Melawan Kanker dengan Herpes

Written By Panji Revolusi on Saturday, January 19, 2013 | 10:42 PM

Membasmi penyakit kanker dengan virus kini diujicobakan pada beberapa pasien. Pengobatan kanker dengan virus dinilai lebih efektif daripada kemoterapi dan radioterapi. Benarkah?

Berbagai cara mengobati penyakit kanker dilakukan para pakar kedokteran. Belakangan ini, para ahli mengupayakan pengobatan kanker dengan menggunakan virus penyakit. Misalnya, Dokter Kevin Harrington dari Institut Riset Kanker, London, Inggris, menggunakan virus herpes untuk melawan kanker.

Sebagaimana diketahui, virus herpes menyebabkan penyakit pada mulut, kulit, dan alat kelamin. Namun virus ini tidak mematikan. Dokter Kevin Harrington melakukan uji coba pada 17 pasien kanker leher dan kanker kepala stadium lanjut dan dirawat di Rumah Sakit Royal Marsden di kota Big Ben.

Penderita dua jenis kanker ini tergolong banyak. Setiap tahun diperkirakan muncul 8.000 kasus baru. Para penderita kanker itu telah menjalani kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi adalah injeksi cairan beradiasi tinggi ke dalam tubuh, sedangkan radioterapi yaitu penyinaran dengan sinar beradioaktif.

Setelah menjalani dua terapi tersebut, Dokter Kevin dan koleganya memasukkan virus herpes yang telah direkayasa melalui injeksi sebanyak lima dosis virus ke dalam tubuh penderita kanker. Beberapa hari setelah operasi, sel-sel kanker diteliti. Hasilnya, 82,3% tumor pasien mengecil. Sebanyak 93% pasien tidak menunjukkan adanya pembesaran tumor. Bahkan sebagian besar tumornya lenyap.

Setelah 2,5 tahun berselang, kondisi pasien tak banyak berubah. Sebanyak 82% pasien mengaku tak terkena kanker lagi. Hanya dua pasien yang tetap kambuh meski disuntikkan dosis tinggi. Hasil studi Dokter Kevin dilaporkan dalam Jurnal Clinical Cancer Research edisi bulan ini.

Virus yang digunakan Dokter Kevin adalah yang telah dimanipulasi sehingga dapat tumbuh di dalam sel tumor, namun tidak dapat menginfeksi sel-sel normal. Ketika sampai di sel tumor, virus herpes lalu berkembang biak, sekaligus membunuh sel-sel tumor. Ia juga direkayasa menghasilkan suatu protein manusia yang dapat mengaktivasi sistem imun.

Menurut Dokter Kevin, terapi ini cukup menjanjikan. Bahkan lebih baik ketimbang pasien yang hanya menjalani kemoterapi dan radioterapi. Dari penelitian itu, sekitar 35%-55% pasien yang menjalani dua terapi tersebut mengalami kekambuhan kembali dalam dua tahun. "Terapi ini akan menjadi terapi yang akan diminati," kata Dokter Kevin Harrington, sebagaimana dikutip situs reuters.com, dua pekan lalu.

Setelah hasilnya memuaskan, Kevin berencana menggunakan terapi baru itu sebagai terapi standar pada pasien yang baru diketahui kena dua kanker tadi. Selain untuk kanker leher dan kepala, ia berharap bisa juga dipakai untuk kanker kulit dan kanker payudara. Keuntungan lain, efek sampingnya juga tak berat: hanya demam dan kelelahan. Jauh lebih ringan dari efek samping kemoterapi, seperti rambut rontok, mual, dan sistem imun menurun drastis.

Cara yang ditempuh Kevin --jika sudah terbukti pada banyak pasien-- agaknya bakal menjadi tren terapi kanker. Para peneliti memanfaatkan virus yang merangsang sistem imun untuk menyerang sel kanker yang sudah telanjur masuk ke tubuh. Sel imunlah yang nantinya memberangus sel-sel kanker yang mendekam di tubuh pasien.

Salah satunya, Dokter Michael Morse, peneliti Duke University Medical Center, Skotlandia, membuktikan bahwa virus venezuelan equine encephalitis bisa merangsang sistem imun untuk memusnahkan kanker stadium lanjut, seperti kanker paru, kolon, payudara, dan kanker pankreas. Venezuelan equine encephalitis adalah virus yang menyebabkan penyakit ensefailitis atau dikenal sebagai penyakit kaki gajah.

Khasiat tersebut sudah dibuktikan dalam uji klinis pada 28 pasien yang sudah menjalani kemoterapi, namun kankernya tetap muncul kembali. Semua pasien mendapat empat kali injeksi virus plus booster selama tiga bulan. Di akhir bulan ketiga, Morse dan timnya menemukan hasil lumayan.

Ia melihat dua pasien terbebas dari kanker. Dua pasien lagi kondisinya tidak memburuk alias stabil. Sedangkan satu pasien kanker pankreas yang semula muncul benjolan di liver, setelah diterapi, benjolan tadi sudah tak nampak. Sisanya tidak merespons terhadap pengobatan virus.

Meski sedikit, tapi hasilnya menggembirakan. "Virus ensefalitis ini sudah lama dikenal untuk penyakit infeksi, namun baru kali ini diketahui dapat juga digunakan untuk kanker," kata Dokter Michael Morse dalam Journal of Clinical Investigation, terbitan awal bulan ini.

Dokter Morse mengatakan, virus tadi bisa bekerja setelah ia mengeluarkan lebih dulu gen virus yang bertugas mereplikasi diri. Lalu sel itu dibuat agar dapat memaksa sel dendrit untuk merangsang produksi sel T dan antibodi, yang termasuk sel imun. Setelah itu, sel-sel tadi bekerja menggantikan gen pembuat carcinoembrionic antigen (CEA). CEA adalah penanda yang sering muncul pada beberapa sel ganas kolon, payudara, dan paru.

Apa yang dilakukan Kevin dan Morse terbilang terobosan baru. Sebab, mereka menggunakan virus langsung untuk membasmi kanker. Selama ini, virus hanya digunakan sebagai kendaraan atau penunjuk tempat sel-sel kanker berada agar serangan obat tepat sasaran. Selain itu, virus hanya bekerja sebagai pencegah agar sel-sel kanker tak mudah masuk menginfeksi pasien, seperti vaksin untuk kanker serviks.

Perhatian mereka yang cukup besar lantaran jumlah penderita kanker terus bertambah. Di Indonesia, setiap tahun muncul 190.000-200.000 penderita kanker baru. Sebagian besar adalah penderita kanker serviks, kanker payudara, kanker liver, dan kanker paru-paru. Dari jumlah tersebut, hanya 15% yang ditangani dengan baik.

Sedangkan di dunia, kanker adalah penyebab kematian nomor dua di bawah penyakit kardiovaskular. Yang termasuk dalam penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan lain-lain. Setiap tahun muncul 20 juta kasus baru. Kebanyakan berasal dari pasien yang datang terlambat dan sel-sel kankernya sudah menyebar ke beberapa organ lain.

Sejauh ini belum ada satu pun obat yang terbukti cespleng memberangus sel-sel kanker sampai ke akarnya sehingga tak bisa kambuh lagi --terutama untuk kanker stadium lanjut. Apalagi obat yang ampuh untuk semua jenis kanker. Meski begitu, penelitian obat baru terus dikerjakan.

Menanggapi hal itu, Profesor Haru Susanto, ahli penyakit kanker pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, menyambut positif. "Akan banyak nyawa yang bisa diselamatkan dari serangan penyakit mematikan ini," katanya.

Menurutnya, selama ini belum ada virus untuk pengobatan kanker, melainkan untuk pencegahan. Itu pun baru terbatas pada kanker serviks. Vaksin kanker menggunakan virus human papilloma. Di luar vaksin-vaksin kanker lain masih dalam batas uji coba. Ia optimistis vaksin-vaksin dan obat baru kanker lain akan segera ditemukan. Namun ia menandaskan pentingnya keamanan pada vaksin, misalnya. Lantaran yang divaksinasi adalah orang yang sehat kondisinya.

Aries Kelana, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)