Pembangunanan sosial didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis, (Midgley, 2005). Melihat fenomena pembangunan yang maju dan mundur itu adalah faktor yang memang sebelumnya dijaman dahulu kala memang sudah ada. Karl Marx melihat maju dan mundur nya perubahan di masyarakat adanya pengaruh dari sistem kapitalisme. Analisis Marx dalam karyanya Das Kapital mengatakan bahwa ada hal yang tidak mengesankan dari sistem kapitalisme yakni tentang komoditi. (Mansur Faqih, 2001).
Bagi Marx pada komoditilah tersimpan rahasia ketidakadilan kapitalisme. Komoditi selain selain memiliki sifat kegunaan atau used value juga mengandung sifat exchange value, yakni sifat untuk dijual belikan.
Dalam analisisnya Marx ditemukan bahwa prinsip yang digunakan dalam masyarakat untuk mengatur dan menetapkan rasio tukar adalah berdasar pada kuantitas kerja yang terkandung dalam komoditi. Marx mencontohkan analisisnya tentang buruh, dimana individu buruh dapat dihitung, dan untuk menghitungnya diperlukan suatu model relasi yang dikenal dengan made of production kapitalisme. Atas dasar analisis ini pula marx menilai bahwa kapitalisme adalah sistem sosio- ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi, bukan dari dagang, riba, memeras, atupun mencuri secara langsung, tapi dengan cara mengorganisasikan mekanisme produksi secara tertentu sehingga mengurangi biaya produksi seminimum mungkin, atau melalui made of production tertentu (Mansur Faqih, 2001)
Dalam analisisnya Marx ditemukan bahwa prinsip yang digunakan dalam masyarakat untuk mengatur dan menetapkan rasio tukar adalah berdasar pada kuantitas kerja yang terkandung dalam komoditi. Marx mencontohkan analisisnya tentang buruh, dimana individu buruh dapat dihitung, dan untuk menghitungnya diperlukan suatu model relasi yang dikenal dengan made of production kapitalisme. Atas dasar analisis ini pula marx menilai bahwa kapitalisme adalah sistem sosio- ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi, bukan dari dagang, riba, memeras, atupun mencuri secara langsung, tapi dengan cara mengorganisasikan mekanisme produksi secara tertentu sehingga mengurangi biaya produksi seminimum mungkin, atau melalui made of production tertentu (Mansur Faqih, 2001)
Pemahaman Marx tentang kapitalisme sangat jelas mengatakan bahwa pemegang ekonomi dibelahan dunia manapun yang menganut sistem kapitalisme adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun jika di Indonesia paham seperti ini terus berjalan membuat masyarakat terjauh dari cultur (budaya) yang ada dimasyarkat yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Salah satu sistem tradisonal yakni sistem barter. Fenomena pengangguran sekarang terjadi itu adalah tak terlepas dari sistem kapitalisme yang dianut olehpemegang saham di negara kita. Para aktifis Hizbur Tahrir Indonesia menyarankan kepada pemerintah agar Indonesia menganut sistem ekonomi islam. Aktifis hizbur tahrir mengatakan gelombang pemutusan hubungan kerja(PHK) yang terjadi saat ini adalah akibat dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang membuat lemahnya struktur ekonomi pasar yang dianut.
Sedangkan dalam sistem ekonomi Islam negaralah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Alhasil, dikembalikan lagi kepada rakyat, dengan demikian jaminan sosial bagi masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini juga daya beli masayarakat akan sangat kuat dan stabil.
Fenomena pengangguran memang merupakan masalah yang sangat rumit. Banyak dimensi yang harus dipahami untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah pengangguran. Kondisi ini juga menuntut pemerintah agar dalam menentukan kebijakan untuk mempunyai wawasan yang cukup luas dengan penuh kejelian. Namun menurut Mudiono banyaknya pengangguran (masalah sosial) diasumsikan sebagai pemicu munculnya revolusi sosial oleh buruh.
Dalam sejarah pembangunan Ekonomi Pancasila sepanjang berdirinya Republik ini, praktek-prakteknya sangat jelas dalam usaha pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Dalam hal ini ekonomi Pancasila telah pula membuat tata kelola dan peran masing-masing tiga pelaku ekonomi (Koperasi-BUMN-Swasta) yang melaksanakan amanat UUD-45. (Siswono Yudo Husodo, dalam http://www.damandiri.or.id)
Masalah pengangguran semakin serius dan rumit, serta butuh langkah penyelesaian konkret dan terobosan. Salah satunya dengan memanfaatkan keberadaan ratusan BUMN, baik yang sepenuhnya masih milik pemerintah, maupun sebagian sahamnya telah dilepas kepada investor swasta. Pemerintah dapat memanfaatkan fungsi sosial strategis badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengurangi angka pengangguran melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peran strategis Selain bertugas menghasilkan barang dan atau jasa untuk kemakmuran masyarakat, BUMN memiliki peran strategis dalam membantu pembinaan dan pengembangan UMKM (termasuk koperasi). Dalam konteks ini, BUMN harus dapat dipisahkan dari peran tradisionalnya sebagai penyedia barang dan jasa kebutuhan publik.
Sebab dalam kondisi seperti saat ini, peranan BUMN sangat dibutuhkan untuk membantu pembangunan nasional, khususnya menekan angka pengangguran. Meski demikian, peran tradisional tersebut tetap harus dapat dijalankan. Terkait pelaksanaan fungsi strategis BUMN tersebut, pemerintah melalui PP No 3/1983 telah menugaskan BUMN agar turut membantu pengembangan UMKM. Sebagai tindak lanjutnya, telah terbit berbagai keputusan menteri maupun peraturan menteri sebagai pedoman. Salah satunya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Pelaksanaan Bina Lingkungan.
Bagaimanapun, BUMN tidak bisa menanggalkan peran dan fungsi strategisnya. Sebab BUMN didirikan bermodal dana pemerintah. Penyertaan modal pemerintah ini bersumber dari APBN, di mana dananya dikumpulkan dari setoran pajak rakyat maupun pinjaman luar negeri yang ujung-ujungnya juga menjadi beban rakyat untuk membayarnya kembali. Pemberdayaan UMKM merupakan langkah penting untuk menekan angka pengangguran. Sebab hingga kini sektor UMKM telah mempekerjakan dua pertiga dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 106,9 juta orang. Hal ini dapat terjadi mengingat keberadaan UMKM selama ini terkonsentrasi pada sektor produksi yang bersifat padat karya.
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa kemenangan sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi.