Home » , , , » Pendekatan Strukturalis dalam Bahasa

Pendekatan Strukturalis dalam Bahasa

Written By Panji Revolusi on Friday, October 18, 2013 | 9:59 PM

Pengajaran bahasa dewasa ini semakin mengalami perkembangan dari masa ke masa. Sampai akhir abad ke-19 dunia pengajaran bahasa didominasi oleh metode gramatika terjemahan (grammar translation method) yang mengutamakan penghafalan kaidah-kaidah tatabahasa dan terjemahan dari bahasa asing ke bahasa ibu dan sebaliknya. Guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk mengajarkan pengetahuan bahasa, bukan mengajarkan agar siswa pandai berbahasa baik lisan maupun tulis. Dengan kata lain, guru bukan mengajar bahasa tetapi mengajar tentang bahasa.
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan yang mengajarkan siswa tentang pengetahuan bahasa. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang menekankan pengajarannya pada tataran satuan gramatikal bahasa. Dalam penyusunan silabus, versi pendekatan struktural disusun atas dasar satuan-satuan gramatikal (grammatical units) seperti, dalam pengajaran bahasa Inggris verbs (penyusunan tenses), nouns, pronouns, dan seterusnya yang kemdian disebut dengan pengajaran part of speech. Dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah atau kampus pun sekarang ini banyak masih menggunakan pendekatan struktural.
Dalam pendekatan struktural tatabahasa menjadi sumber rancang bangun silabus. Satuan-satuan gramatikal dipilih atas dasar kriteria, seperti kesederhanaan, keteraturan, dan atas dasar perbedaan kontrastif antara bahasa ibu dan bahasa asing yang diajarkan. Tentu, pertimbangan pedagogis juga diperhitungkan, seperti apakah satuan grammatikal tersebut mudah dipelajari atau apakah sesuai dengan situasi dalam kelas. Satuan gramatikal itu kemudian disajikan secara bertahap dan berurutan secara logis dan linear. Dalam pengajaran bahasa Inggris, pengajaran tatabahasa diurutkan sesuai dengan tingkat kesukaran materinya. Misalnya, mata kuliah structure I, structure II, structure III dan seterusnya. Unsur-unsur bahasa diajarkan secara terpisah dan disajikan secara bertahap, sehingga pemerolehan bahasa (language aquisition) merupakan proses akumulatif sampai pada semua struktur bahasa itu disajikan secara lengkap. Tugas siswa adalah untuk mensintesakan apa yang telah diajarkan. Dalam perkembangannya, penekanan pada tataran tata bahasa berkembang istilahnya menjadi metode gramatika terjemahan.
Metode gramatika terjemahan kemudian disusul dengan lahirnya metode langsung (direct method) pada awal abad ke-20. Metode ini memiliki pandangan bahwa bahasa harus diajarkan secara lisan bukan dengan tulisan, pengajaran tulisan diajarkan dikemudian tahap berikutnya setelah mengusai bahasa lisan. Metode ini, siswa langsung dihadapkan pada bunyi bahasa dan penjelasan kata-kata baru tidak melalui terjemahan melainkan dengan uraian menggunakan bahasa yang dipelajari.
Penggunaan metode langsung (direct method) menolak pengajaran bahasa dengan metode gramatika terjemahan (translation-grammatical method). Agar metode langsung ini berhasil maka guru dituntut memiliki kemampuan penguasaan bahasa lisan yang prima dan jumlah siswanya dibatasi di dalam kelas. Metode langsung ini hanya menekankan penggunaan bahasa yang dipelajari digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran di kelas. Misalnya, guru mengajarkan tatabahasa penjelasannya menggunakan bahasa asing yang sedang dipelajari itu dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa ibu (bahasa pertama siswa).
Pada perkembangan selanjutnya, motivasi kebutuhan menguasai bahasa asing dalam waktu singkat dan cepat dikembangkanlah metode audiolingual (audiolingual method). Metode ini didukung oleh ahli ilmu linguistik struktural, yaitu Leonard Bloomfield yang mekanistik dan behaviouristic psychology, dan didukung dalam teorinya operant conditioning dari B.F. Skinner. Menurut B. F. Skinner (dalam Muljanto Sumardi, 1992: 18) bahwa manusia adalah organisme yang bisa memberikan respon (operant). Respon itu ada karena adanya penguat (reinforcement). Dalam belajar bahasa asing, organisme itu adalah siswa, sedang stimulusnya adalah pengajaran, dan responnya adalah umpan balik dari guru bisa berupa pujian atau persetujuan guru. Wujud konkrit prinsip teori ini dalam kelas adalah penggunaan drills (tubian) dan pattern practice (latihan mengulang-ulang pola kalimat) secara intensif dengan dukungan laboratorium bahasa.
Metode audiolingual menekankan pentingnya penguasaan bahasa lisan dengan latihan-latihan berupa oral drills dan pattern practice. Menurut Moulton (dalam Muljanto Sumardi, 1992: 19) ada lima asumsi metode ini dijadikan sebagai landasan pengajaran bahasa, yaitu: (1) bahasa adalah ujaran (language is speech) bukan tulisan, (2) bahasa adalah kebiasaan (language is habitual), (3) ajarkan bahasa, bukan ajarkan tentang bahasa, (4) bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli, bukan apa yang dianggap seharusnya diujarkan, dan (5) bahasa berbeda antara satu bahasa dengan bahasa yang lainnya.
Metode audiolingual mulai goyah dengan lahirnya aliran gramatika transformasi dari Chomsky dan lahirnya aliran psikologi kognitif. Lebih-lebih lagi setelah hasil penelitian eksperimental menunjukkan bahawa kemampuan berbahasa yang diperoleh dengan metode ini tidak sehebat yang digembar-gemborkan selama ini (Levin, 1970). Menurut Chomsky proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule formation process), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation process). Chomsky berpendapat bahwa manusia memiliki innate capacity yaitu suatu kemampuan pada dirinya untuk memahami dan menciptakan ungkapan-ungkapan baru dalam bahasa.
Dari beberapa metode pembelajaran dan pengajaran bahasa di atas dapat digolongkan ke dalam aliran pendekatan struktural. Pendekatan dalam pengajaran bahasa dari masa ke masa mengalami perubahan dan pengembangan berdasarkan kebutuhan. Pendekatan struktural oleh pengikut humanistik tidak dianggap memanusiakan siswa. Bahasa harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang semata-mata persoalan intelektual. Siswa bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. Inilah yang ditentang oleh para kaum humanistik.